Bertapa atau Semedi, Makna Filosofis Tapa Mendhem dan Tapa Ngeli


Bertapa atau Semedi, Makna Filosofis Tapa Mendhem dan Tapa Ngeli
Ilustrasi Semedi atau Bertapa

Oleh
Fajar R. Wirasandjaya
(Sunyi Malam, 19 Juni 2019)

narasiinspirasi.com - Pernahkan kamu mendengar istilah semedhi, samadhi atau bertapa? Pasti istilah tersebut sering kamu dengar dan akrab di telinga. Namun tahukah kamu apa yang dimaksud bertapa ataupun semedhi/samadhi dan makna filosofis yang terkandung didalamnya? Baiklah, mari langsung saja kita bahas satu persatu.
Samadhi atau bertapa merupakan aktivitas berdiam diri yang dilakukan dengan penuh kekhusyukan dan konsentrasi. Istilah bertapa atau biasa disebut bersemedi berasal dari dua kata, yaitu Sam dan Adi. Sam berarti besar, sedangkan Adi artinya bagus atau indah. Mereka yang bersemedi atau bertapa memiliki tujuan yaitu untuk meraih budi yang besar, indah dan suci. Budi yang suci adalah budi yang diam tanpa nafsu (Suwung atau Kosong). Tanpa pamrih dan tanpa keinginan apapun. Tujuannya adalah agar seorang hamba bisa menyentuh isyarat Tuhannya untuk menerima tuntunan dalam menjalani hidup.


Tapa Mêndhêm


Bertapa atau Semedi, Makna Filosofis Tapa Mendhem dan Tapa Ngeli
Ilustrasi pertapa yang sedang bertapa atau semedi

Tapa Mêndhêm dari kata pêndhêm yang artinya memendam, mengubur. Jaman dulu cara bertapa seperti ini dilakukan dengan puasa ngebleng maksudnya adalah puasa dengan menahan lapar dan haus selama 1 hari, 7 hari atau bahkan 40 hari penuh tanpa makan atupun minum dalam bilik kecil yang gelap dengan cara menghilangkan ataupun menghalangi cahaya yang masuk. 

Biasanya pertapa akan menyendiri dan jauh dari hingar bingar. Kalau dulu para pelaku puasa atau para pertapa ini biasanya pergi ke gunung-gunung atau gua biar tidak terganggu dengan sekitarnya dan mengubur diri seperti orang mati dengan tujuan mematikan hawa nafsu dan memahami apa itu mati dalam hidup (Mati Sajroning Urip). Namun dalam konteks masa kini, sejatinya yang dimaksud tapa mendhem dapat dimaknai secara bijak dengan cara mengubur, menghilangkan seluruh sifat buruk atau sifat angkara misalnya saja sifat takabur, sombong, suka pamer, dan sifat pamrih. 

Semua sifat buruk dikubur dalam-dalam , termasuk mengubur amal kebaikan yang pernah kita lakukan kepada orang lain, dari benak ingatan kita sendiri. Sehingga hilanglah sifat pamrih atau riya dalam hati dan jiwa manusia karena memberi dan menolong dengan tulus ikhlas. Dalam artian meluruskan niat hanya kepada Tuhan. Bertujuan menghilangkan sifat-sifat buruk dalam hati dan membersihkan hati dari kotoran serta penyakit-penyakit hati. Seyogyanya kita tidak mengingat ingat lagi apa saja amal kebaikan yang pernah diperbuat kepada orang lain, sebaliknya selalu ingat semua dosa, kejahatan yang pernah dilakukan. Sehingga menjadi pribadi yang bijak, mawas diri dan selalu rendah hati.


Bertapa atau Semedi, Makna Filosofis Tapa Mendhem dan Tapa Ngeli
Ilustrasi Seorang Pertapa yang sedang bertapa atau bermeditasi

Tapa mendhem dalam konteks hari ini dapat dimaknai sebagai usaha untuk membersihkan batin dari rasa pamrih.  Tidak membangga-banggakan kebaikan, jasa dan amal baik yang diperbuatnya. Terhadap sesama selalu rendah hati, tidak sombong dan takabur. Sadar bahwa manusia derajatnya sama di hadapan Tuhan tidak tergantung suku, ras, golongan, ajaran, bangsa maupun negaranya. Tapi tergantung dengan amal kebaikan apa yang selama ini telah diperbuat.

Selaras dengan paribasan Jawa :

" Yen sira dibeciki liyan tulisen ing watu kareben supaya ora ilang lan terus kelingan nanging yen sira gawe kabecikan tulisan ing lemah supaya cepet ilang lan ora kelingan ”

kurang lebih artinya adalah

Jika kamu ditolong/diperlakukan baik oleh orang,  tulislah di batu supaya tidak hilang dan terus kekal teringat, tetapi jika kau berbuat kebaikan pada orang lain tulislah di tanah supaya cepat hilang dan tidak teringat terus.

Tapa Ngèli

Bertapa atau Semedi, Makna Filosofis Tapa Mendhem dan Tapa Ngeli
Ilustrasi Tapa Ngeli di atas Rakit
Tapa ngeli dijaman dulu dilakukan dengan bertapa diatas rakit dan menghanyutkan diri di aliran air sungai. Tapa ngèli mengandung ajaran moral luar biasa. Dalam konteks kehidupan jaman sekarang Tapa Ngeli dapat dimaknai bahwa manusia harus berserah diri dengan mengikuti kehendak Allah SWT. Menghanyutkan diri dalam “Aliran air” milik Tuhan, seumpama air sungai yang mengalir menyusuri sungai, mengikuti irama alam, lekuk dan kelok sungai, yang merupakan wujud bahasa kebijaksanaan alam. 


Maka manusia tersebut akan sampai pada muara samudra kabegjan atau keberuntungan. Tapa Ngeli berarti pasrah dan berserah diri mengikuti takdir bukan berarti tidak berusaha ataupun berjuang, namun ketika gagal tidak menyalahkan nasib dan berserah diri dengan melakukan ikhtiar lain serta menyerahkan hasil sepenuhnya pada Gusti Allah Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Berkehendak.


Bertapa atau Semedi, Makna Filosofis Tapa Mendhem dan Tapa Ngeli
Ilustrasi Tapa Ngeli

Berbeda dengan mengikuti “aliran air” bah, pada hakekatnya karena air bah ibarat air yang menggebu menerjang apapun yang dilintasinya menerjang (wewaler) pantangan/larangan kaidah, agama, dan tata krama. Hanya menuruti kehendak nafsu saja, maka akan berakhir celaka, menghempas meluluh lantakkan, menerjang pepohonan, dan menghancurkan daratan. Ibaratnya hanyut dalam nafsu duniawi dan berakhir dengan merugikan sesama dan diri sendiri. Tapa Ngeli adalah wujud tinggi dari tingkat keimanan dan kepasrahan dengan berserah diri sepenuh hati kepada Allah SWT.
Begitulah kira-kira makna bijak yang dapat kita ambil dari semedi, bertapa atau tapa, yang merupakan ajaran hidup yang prakteknya sudah terjadi di sekitar kita selama ribuan tahun dari generasi ke generasi. Semoga bermanfaat dan membuat kita semakin mawas diri dan bijak dalam mengarungi kehidupan. Salam





Lebih baru Lebih lama