Ngalah Ngalih Ngamuk Untuk Keselarasan dan Keharmonisan


Ngalah Ngalih Ngamuk Untuk Keselarasan dan Kehamonisan
Ngalah Ngalih Ngamuk/narasiinspirasi.com

oleh
Fajar Rafiki Wirasandjaya
(Malang Hujan, 21 Januari 2019)

Masyarakat Jawa semenjak dahulu telah memegang prinsip luhur dalam bermasyarakat dan berbela rasa. Beberapa diantaranya adalah ungkapan filosofis Jawa spesifik yang membicarakan konsep menyelesaikan masalah dan menyelesaikan konflik. Orang Jawa sangat menjunjung tinggi sikap andhap asor atau rendah hati. Mengutamakan keharmonisan, keselarasan dan menjunjung tinggi sifat-sifat ksatria terwujud melalui ungkapan pepatah Jawa Ngalah-Ngalih Ngamuk.


Ngalah
Ngalah (mengalah) =  ng-Allah (menuju pada Allah, mengembalikan semua persoalan pada Allah/ Tuhan, pasrah dan berserah diri)

Ngalih

Ngalih (pergi), menyingkir atau berpindah tempat, menghindari, meninggalkan keburukan

Ngamuk

Ngamuk atau mengamuk (melawan)


Jika seseorang menemui masalah, tekanan, perbedaan pendapat, konflik, maka jalan yang harus di tempuh pertama adalah ngalah atau mengalah. Jika masih di tekan, maka hendaknya ngalih atau pergi karena ketika masih tetap berada di tempat yang sama justru dirugikan, memperburuk keadaan dan memperburuk konflik. Jika masih ditekan juga, maka hendaknya tindakan yang terakhir adalah ngamuk atau melakukan perlawanan.

Pepatah Jawa di atas bila kita terjemahkan secara harfiah artinya: mengalah, menyingkir, dan mengamuk (melawan). Benar adanya untuk kondisi di mana musuh fisik selalu mengganggu. Ketika kita diganggu, maka prinsip pertama adalah ngalah (mengalah). Artinya bahwa kita harus berjiwa andap asor (rendah hati). Sekalipun musuh petantang-petenteng namun kita diwajibkan untuk bersabar dengan cara mengalah terlebih dahulu. Mengalah dan memaafkan bukan berarti suatu hal yang buruk, mengalah bukan berarti kalah. Adakalanya kita harus bersabar dan mengalah. Mengalah untuk kemudian mempersiapkan kemenangan.

Ketika dengan mengalah "musuh" masih saja mengganggu, maka sebagai individu yang cinta kedamaian dan keharmonisan, maka tindakan berikutnya adalah kita harus ngalih (menyingkir). Untuk sementara menepi dan menjauh. Lagi-lagi bukan karena takut atau lemah. Tapi lebih kepada kesadaran diri untuk tidak memperburuk hubungan ataupun memperkeruh masalah yang berpotensi memperburuk situasi. Memilih untuk diam, tak perlu banyak bicara dan juga menyingkir sementara. 


Sebisa mungkin menghindari menggunakan amarah supaya tidak memperumit konflik atau memperbesar masalah. Bisa saja orang yang ‘ngalih’ ini hatinya sudah demikian terluka, tapi dia memilih untuk diam dan mengalah pergi. Kemudian menyingkir demi menghindari konflik supaya tidak bertambah memburuk. Bukan berarti menyingkir karena pengecut tapi menyingkir karena berjiwa besar, rendah hati, memaafkan dan mengedepankan penyelesaian konflik dengan prinsip kekeluargaan, keselarasan dan keharmonisan.

Namun ketika dua tindakan ini sudah kita lakukan, sementara musuh masih saja tetap mengganggu, makin keterlaluan dan makin berbuat kerusakan. Maka ngamuk (mengamuk atau melawan) adalah jalan terakhir untuk mengatasi musuh yang terus mengganggu dan berbuat kerusakan. Inilah jiwa kesatria di mana sebagai seorang kesatria harus selalu memegang prinsip wong salah bakal seleh, mengutamakan kesabaran dan rendah hati (mengalah), menyelesaikan suatu permasalahan dengan kepala dingin, keselarasan dan keharmonisan. 

Tidak langsung serta merta menghadapi konflik/permasalahan dengan amarah dan kekerasan. Tapi tetap mengedepankan diplomasi persuasi dan kekeluargaan. Baru kemudian melawan hingga titik darah penghabisan. Semuanya bertahap dengan tetap mengutamakan prinsip kerukunan dan keselarasan.

Berlainan dengan kondisi masyarakat saat ini yang selalu mengedepankan curiga dan amarah dalam menghadapi setiap konflik. Prinsip Ngalah Ngalih Ngamuk sejatinya adalah prinsip keharmonisan dan keselarasan yang bisa diterapkan oleh setiap orang dari berbagai lapisan masyarakat bukan hanya suku Jawa tapi seluruh masyarakat pada umumnya. 

Jangan dulu menghadapi permasalahan dengan amarah, tapi hendaknya tetaplah berkepala dingin dengan selalu memegang prinsip keharmonisan. Sehingga tercipta kerukunan, kita pun hendaknya selalu menjadi pribadi yang sabar, tidak gampang marah juga menjadi pribadi yang tidak mudah tersulut emosi. Maka kita pun akan menjadi masyarakat yang harmonis, bersatu, toleran dan tidak mudah diadu domba.

NGAMUK (mengamuk atau melawan) adalah opsi terakhir, bukan malah mengamuk dulu. Bukan pula memaksa orang lain pergi atau menyingkir serta tidak mau mengalah. Tetapi kita haruslah Ngalah Ngalih Ngamuk. Mengalah dulu dengan memaafkan, kemudian menyingkir. Jika musuh masih keterlaluan dan makin berbuat kerusakan maka langkah terakhir adalah melawan hingga titik darah penghabisan.


Narasi Inspirasi media terpercaya yang menyajikan informasi menarik seputar dunia Sastra, Sejarah, Sosial Politik, Pertanian, Peternakan dan Alam Pikir Manusia.

Narasi Inspirasi ©2020 narasiinspirasi.com


Lebih baru Lebih lama