Diantara Persimpangan Yang Membingungkan, Dampak Positif RUU Cipta Kerja (RUU OMNIBUS LAW)

Kontroversi RUU OMNIBUS LAW
Pekerja Industri Kreatif/narasiinspirasi.com

oleh
Fajar R. Wirasandjaya
(Malang Bergembira, 06 Oktober 2020)

Apakah kita harus ikut-ikutan hectic karena sedang hype nya isu omnibus law di media? Apakah kita juga harus ikut-ikutan heboh teriak-teriak di jalan atau malahan ikut rusuh dan merusak fasilitas publik? Sebelum memutuskan mari terlebih dahulu kita analisis secara perlahan tentang omnibus law. 

Terkait omnibus law, pro kontra opini beberapa minggu belakangan ini begitu ramai bertebaran di medsos. Arus pemikiran dan opini terpolarisasi menjadi dua kutub baik yang pro maupun yang kontra. Opini, pikiran, pendapat setiap orang tentu saja boleh berbeda, sah-sah saja karena memang berpendapat adalah hak setiap warga negara yang dijamin oleh undang-undang. Namun kita tetap harus menjaga ketertiban dan kenyamanan bersama ketika menyampaikan pendapat. 

Kembali lagi ke pro kontra RUU Omnibus Law. RUU ini dianggap kontroversial dan memicu kehebohan publik. Publik belakangan dibuat resah oleh narasi-narasi ketakutan yang memang terkesan "sengaja digiring & diciptakan", selain itu banyaknya disinformasi yang terjadi dan minat baca masyarakat yang rendah turut memperparah suasana hectic di dunia maya maupun dunia nyata. 


Ya, Omnibus, seperti yang telah kita ketahui istilah ini berasal dari bahasa latin Omni artinya For All People (Untuk semua orang). Omni bus adalah istilah yang pertama kali digunakan di Prancis sekitar tahun 1826 untuk inovasi baru angkutan masal yang ditarik oleh kuda. Angkutan transportasi ini bisa membawa muatan puluhan orang sehingga disebut Omni Bus. Kemudian istilah ini popular hingga hari ini untuk digunakan dalam terminologi transportasi, musik, seni, sastra, politik bahkan hukum. Omni bus law di Indonesia ini pun dinamai demikian karena di dalam nya mengangkut kluster-kluster berbagai bidang dari puluhan UU yang di jadikan satu dalam "angkutan" yang disebut Omnibus Law. 


Omnibus Law ini dimaksudkan oleh pemerintah untuk memacu pertumbuhan ekonomi dengan cara menyelaraskan puluhan peraturan dalam satu paket Undang-Undang, sehingga regulasi-regulasi tersebut akan sinkron satu sama lain. Seperti yang telah kita ketahui bersama, ada sekitar 20.416 aturan, baik peraturan pemerintah pusat dan peraturan daerah yang sangat kompleks. Regulasi regulasi tersebut ada yang saling tumpang tindih bahkan bertentangan. Tumpang tindihnya peraturan akan menghambat penegakan hukum, menghambat penciptaan dan pengembangan lapangan usaha. 

Di dalam RUU OMNIBUS LAW Cipta kerja berbagai peraturan dihimpun dalam satu undang-undang. Misalnya ada UU Ketenagakerjaan, UU Penanaman Modal Asing, UU Tentang Pendidikan, UU tentang penanaman modal dalam negeri, UU tentang perburuhan dan jaminan kerja, UU tentang Kesehatan, UU Tentang Obat dan Makanan, UU tentang Peternakan, UU tentang Perikanan dan kelautan, UU tentang Pertanian, UU tentang kesehatan hewan, UU tentang Perlindungan Lingkungan Hidup, UU tentang perizinan usaha, UU Agraria, UU Jaminan Produk Halal, UU tentang pangan dan perlindungan konsumen, UU tentang perpajakan dll., yang semuanya diselaraskan satu sama lain agar tidak tumpang tindih. 

Namun ketika ribuan regulasi/UU tersebut harus diubah satu persatu maka akan membutuhkan banyak waktu dan tenaga. Karena berbagai tahapan untuk menyusun UU harus dilalui satu persatu di parlemen dan pemerintahan. Juga tidak menjamin akan selesainya masalah tumpang tindihnya antar aturan. Terlalu banyaknya regulasi dan tumpang tindihnya aturan ini bisa diselesaikan secara efektif dalam satu UU yakni UU OMNIBUS LAW (Cipta Lapangan Kerja) yang nanti juga akan menelurkan aturan turunan berupa PP (Peraturan Pemerintah) juga Perpres untuk mengatur teknis aturan yang lebih detail. 


Maka sebuah prestasi dan keberanian yang luar biasa bagi pemerintah untuk menggoalkan undang-undang sapu jagat ini. Periode kedua Presiden Jokowi ternyata beliau tegas dengan cita-cita dan langkah-langkah hukum untuk strategi pembangunan ekonomi nasional masa depan. Tentu saja langkah-langkah strategis dan upaya pemerintah untuk mengkonsolidasi kekuatan di tengah krisis, demi menggoalkan UU ini di Senayan meskipun dijegal sana-sini oleh para mafia dan politisi busuk wajiblah kita apresiasi. 

Jalan menuju cita-cita kemuliaan, memanglah akan selalu penuh dengan halangan juga rintangan. Sehingga perlu keteguhan dan kebulatan tekad untuk mengambil setiap keputusan. Kita rakyat yang mencintai bangsa dan negara harus selalu kritis dan mendukung upaya-upaya setiap pemimpin yang memikirkan nasib bangsa ini. Kita juga harus selalu waspada pada setiap upaya disinformasi yang berupaya mengaburkan fakta. 

Disinformasi yang tidak jelas mana fakta mana hoax yang bertujuan untuk strategi Public Distrust untuk membangun ketidak percayaan publik demi menyerang upaya-upaya pembangunan pemerintah akan berbahaya dan mengancam persatuan dan kesatuan karena berpotensi memecah belah rakyat. Surat terbuka oleh Ida Fauziyah (menaker) pun menyoroti tentang serikat buruh yang tidak mau berdiskusi dan duduk satu meja untuk berembuk bersama. Ia menyayangkan sikap beberapa serikat buruh yang justru malah memilih turun berteriak-teriak ke jalan dan mengancam mogok kerja yang dampaknya malah bisa mengancam stabilitas ekonomi nasional. 

Omnibus law (terbaru pasca paripurna) isinya berusaha mengakomodir kepentingan buruh dan industri. Artinya adalah kesimbangan, sehingga setiap permintaan buruh ataupun setiap permintaan perusahaan/industri tidak bisa semuanya di akomodir dalam pasal, semuanya harus imbang. Agar tercipta hubungan ekonomi yang fair antara pengusaha dan pekerja. Kalau terlalu memberatkan buruh tentu buruh akan sengsara dan mogok, siapa yang mau menjalankan industri? Kalau terlalu memberatkan pengusaha, industri pun bisa bangkrut dan gulung tikar, nanti buruh mau kerja dimana?. Maka harus adil. 

Pemerintah tentu mengambil jalan tengah yang menyelamatkan dan win-win solution. Pasal terkait cuti, kontrak kerja, upah, jam kerja, pesangon, jaminan sosial, jaminan kerja, kompensasi PHK, bank tanah dll. sudah diakomodir oleh pemerintah, permintaan buruh sudah dituruti dengan tetap mengacu kepada UU lama (begitu yang tertulis di UU OMNIBUS LAW hasil Paripurna). Hasil paripurna ini sebelumnya telah mengakomodir protes-protes buruh dan beberapa kalangan pada akhir-akhir bulan yang lalu. Sehingga draftnya telah berbeda dan baru, namun sayang opini yang beredar di masyarakat adalah opini disinformasi terkait draft RUU yang lama. 


Omnibus law ini berisi terkait kurang lebih 11 kluster bidang UU yang dirangkum jadi satu isinya terkait banyak hal termasuk kemudahan perizinan usaha, memangkas birokrasi rumit, kemudahan investasi, kawasan ekonomi khusus, percepatan proyek strategis nasional, riset dan inovasi, ketenagakerjaan, hubungan kerja, pelatihan kerja, perizinan usaha, koperasi & UMKM, bidang pangan, amdal, agraria, pengadaan tanah, arsitek, profesi, kesehatan masyarakat, sertifikasi halal, peternakan, kesehatan hewan, perikanan, nelayan, kelautan, petani, pertanian, kelayakan pangan dll yang maksudnya adalah menyelaraskan seluruh aturan agar setiap aturan tidak bertentangan, selaras tidak tumpang tindih. Outputnya untuk memacu pertumbuhan ekonomi, memacu perbaikan iklim usaha, iklim investasi dan pertumbuhan industri goalnya membuka potensi peluang terciptanya lapangan kerja baru. 

Coba kita lihat hari ini berapa total angkatan kerja Indonesia, bonus demografi, pertumbuhan industri tiap tahun. Angka pengangguran, juga peringkat global kompetitifness Indonesia. Angka kompetitifnes global Indonesia saat ini masih kalah dengan Malaysia (27), Thailand (40), Indonesia (50) artinya Indonesia belum cukup kompetitif untuk iklim usaha. Angka pengangguran, angka penganggguran di Indonesia sampai Februari 2020 menurut (BPS, 2020) sekitar 6,88 jt, ditambah 3,8 juta pengangguran baru, ketambahan pula angkatan kerja baru tiap tahun yang tidak bekerja sekitar 2 jt, ditambah lagi krisis korona banyak mereka yg di phk. Sehingga sekitar 10 jt lebih rakyat masih menganggur. 

Memahami RUU OMNIBUS LAW
Pekerja Industri Metal dan Logam/narasiinspirasi.com

Begini uraiaannya menurut (BPS, 2020) 

a. Jumlah angkatan kerja yang bekerja tidak penuh atau tidak bekerja masih cukup tinggi yaitu sebesar 45,84 juta yang terdiri dari: 7,05 juta pengangguran, 8,14 juta setengah penganggur, 28,41 juta pekerja paruh waktu, dan 2,24 juta angkatan kerja baru (jumlah semua ini adalah sebesar 34,3% dari total angkatan kerja, sementara penciptaan lapangan kerja masih berkisar dampai dengan 2,5 juta per tahunnya);

b. Jumlah penduduk yang bekerja pada kegiatan informal sebanyak 70,49 juta orang (55,72% dari total penduduk yang bekerja) dan cenderung menurun, dengan penurunan terbanyak pada status berusaha dibantu buruh tidak tetap;

Selain itu juga dibutuhkan kenaikan upah yang pertumbuhannya sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan produktivitas pekerja. Sehingga perlu untuk dibuka lapangan kerja baru yang berkualitas dan mampu menyerap dan menurunkan angka pengangguran. Caranya adalah dengan memperbaiki dulu regulasi yang tumpang tindih yang menghambat pembukaan lapangan kerja tersebut dengan mengkonsolidasikan seluruh UU yang tumpang tindih selama ini. UU tumpang tindih selama ini menghambat pembukaan lapangan kerja baru, sehingga seluruh aturan yang terkait harus diperbaiki secara efektif dalam satu UU yaitu UU OMNIBUS LAW. 

Dengan omnibus law, birokrasi rumit, perizinan usaha, investasi Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal dalam Negeri akan dipermudah dan dilayani satu pintu, yang bertujuan untuk memacu dan menciptakan pertumbuhan industri. Terbukanya industri baru dan terbukanya lapangan pekerjaan diharapkan dapat menyerap banyak tenaga kerja dan menurunkan angka pengangguran, memacu pertumbuhan ekonomi dan menggerakkan roda ekonomi nasional. 
Memahami sisi positif RUU CIPTA KERJA OMNIBUS LAW
Pekerja Industri Minyak/narasiinspirasi.com

Namun upaya tersebut dihadapkan dengan kondisi saat ini, terutama yang menyangkut:

a. Kondisi Global (Eksternal)
Berupa ketidakpastian dan perlambatan ekonomi global dan dinamika geopolitik berbagai belahan dunia serta terjadinya perubahan teknologi, industri 4.0, ekonomi digital;

b. Kondisi Nasional (Internal)
Pertumbuhan Ekonomi rata-rata di kisaran 5% dalam 5 tahun terakhir dengan realisasi Investasi lenoh kurang sebesar Rp721,3 triliun pada Tahun 2018 dan Rp792 triliun pada Tahun 2019; perlambatan ekonomi nasional karena wabah korona. 

c. Permasalahan Ekonomi dan Bisnis
Adanya tumpang tindih regulasi, efektivitas investasi yang rendah, tingkat pengangguran, angkatan kerja baru, dan jumlah pekerja informal, jumlah UMK-M yang besar namun dengan Produktivitas rendah. Indonesia masih menghadapi berbagai hambatan dan kemudahan dalam berusaha, termasuk untuk UMK-M dan koperasi.


Saat ini terjadi kompleksitas dan terlalu banyaknya regulasi aturan di lapangan, dimana saat ini terdapat 4.451 peraturan Pemerintah Pusat dan 15.965 peraturan Pemerintah Daerah. Regulasi tumpang tindih dan institusi menjadi hambatan paling utama disamping hambatan terhadap fiskal, infrastruktur dan sumber daya manusia. 

Regulasi atau aturan selama ini tidak mendukung penciptaan dan pengembangan usaha bahkan cenderung membatasi dan saling tumpang tindih. Dengan kondisi yang ada pada saat ini, pendapatan perkapita baru sebesar Rp4,6 juta per bulan (BPS, 2020). Dengan memperhitungkan potensi perekonomian dan sumber daya manusia ke depan, maka Indonesia akan dapat masuk ke dalam 5 besar ekonomi dunia pada Tahun 2045 dengan produk domestik brutto sebesar $7 triliun dolar Amerika Serikat dengan pendapatan perkapita sebesar Rp27 juta per bulan. 

Untuk itu diperlukan kebijakan dan langkah-langkah strategis yang memerlukan keterlibatan semua pihak yang terkait. Oleh karena itu sebagai langkah pertama perlu menyusun dan menetapkan Undang-Undang tentang Cipta Kerja dengan tujuan untuk menciptakan lapangan kerja bermutu yang seluas luasnya bagi rakyat Indonesia secara merata di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia dalam rangka memenuhi hak atas penghidupan yang layak.

Dengan omnibus law birokrasi rumit akan dipangkas sehingga iklim berusaha atau iklim berbisnis akan bagus. Kita lihat hari ini berapa industri/perusahaan yang hengkang dari Indonesia karena bisnis tidak lagi kompetitif (upah buruh mahal, produktivitas tenaga kerja rendah, dan birokrasi perizinan rumit, indeks pembangunan manusia & tenaga kerja yang belum mumpuni). Banyak perusahaan yang hengkang dari Indonesia karena menganggap Indonesia tidak lagi kompetitif. 

Banyak juga perusahaan yang hengkang dari China tapi sekitar 35% malah masuk Vietnam, Indonesia hanya kebagian sekitar 11,32 %. Omnibus law dilain sisi memang harus ada keseimbangan antara yang diminta buruh dengan yang diminta perusahaan. Kita pun juga harus peduli juga dengan mereka-mereka yang tidak bisa bekerja karena pertumbuhan industri yang minim. Akhirnya masih banyak dari mereka yang tidak terserap ke Industri dan menganggur  hari ini. 


Pengangguran meningkat tiap tahun diperparah hari ini terjadi penurunan ekonomi akibat krisis wabah korona. Pengangguran hari ini terbesar setelah tahun 2007, sekitar 9% dari populasi (BPS, 2020). Jika pertumbuhan industri masih lambat karena tidak ada UU yang mengatur hubungan kerja dan iklim usaha seperti Omnibus Law atau RUU Cipta Kerja, bagaimana pula jika nanti 2030 an ketika Indonesia dihadapkan pada pertumbuhan/melimpahnya angkatan kerja dan bonus demografi? Mau kita kemanakan mereka angkatan kerja baru yang tidak terserap di dunia kerja?. Berwirausaha, ya benar tepat sekali, memang kita harus berwirausaha, maka Omnibus Law inilah yang akan mengatur kemudahan perizinan usaha yang diharapkan dapat memacu pertumbuhan industri, UMKM dan juga koperasi. 


Sehingga akan lahir dan muncul pengusaha-pengusaha baru, tumbuhnya UMKM, tumbuhnya koperasi, tumbuhnya para wirausahawan baru, membuka lapangan kerja baru yang implikasinya adalah terserapnya pengangguran dan terserapnya angkatan kerja baru. Apalagi ketika suatu saat nanti Indonesia akan menghadapi bonus demografi. Kita harus siap dengan segala potensi, resiko dan tantangan di masa depan. Khususnya terkait angka pengangguran, serapan tenaga kerja dan jalan panjang menuju kesejahteraan. Kembali lagi kehendak dan takdir Tuhan lah yang akan memutuskan dan menentukan nasib negara dan nasib kita nanti. Tapi harus juga selalu kita ingat bahwa Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum tanpa adanya upaya atau usaha dari kaum tersebut. Ini adalah bagian dari ihtiar yang positif, sekali lagi hak untuk memilih tetaplah berada ditangan kita, kita menjadi orang yang bersiap untuk menghadapi masa depan atau kita hanya menjadi orang-orang yang mengeluh dan menggerutu. Semoga makin teranglah harapan untuk tercapainya kesejahteraan. Demikianlah ulasan kami semoga bermanfaat. Terima kasih. 


Referensi

Alur Proses & Progres Penyelesaian Undang Undang Cipta Kerja (RUU Omnibus Law) . 2020. http://www.dpr.go.id/uu/detail/id/442 diakses pukul 11.45, Selasa, 06 Oktober 2020

Badan Pusat Statistik (BPS). 2020. Sensus Data Ketenagakerjaan. Jakarta: E-book

Omnibus, London, Late 19th Century. 2019. https://transportgeography.org/?page_id=5007 diakses pukul 11.30, Selasa, 06 Oktober 2020

Riyanto, S., M. S. W. Soemardjono, Edy O. S. Hiariej, et al. 2020. Kertas Kebijakan: Catatan Kritis dan Rekomendasi Terhadap RUU Cipta Kerja. Yogyakarta: Fakultas Hukum UGM. 

Surat Terbuka Menaker (Ida Fauziyah) Terkait RUU Cipta Kerja (2020) 

Undang Undang Cipta Kerja (RUU Omnibus Law Terbaru Hasil Paripurna) 





Lebih baru Lebih lama