Menggugat Pemira Pemilwa Universitas Brawijaya, Pemira Pemilwa Sudahkah Ideal?


Pemira dan Pemilwa Universitas Brawijaya/narasiinspirasi.com

oleh
Fajar R. Wirasandjaya
(Kaki Bukit Permata, 28 November 2017)

Rintik hujan bulan November kembali datang mengusir keringnya musim kemarau. Badai Cyclone bertiup dengan garangnya mengubah arah angin memaksa hujan membasahi hari-hari yang penuh dilema. Di sela perjalanan sepanjang roda berputar, sejauh mata memandang banyak berjejer baner-baner berdiri angkuh menyasar setiap dia yang lewat. Berisi foto-foto rapi serta senyum manis para mahasiswa suci penjual slogan. Berderet sana sini menawarkan 1001 janji visi misi, serta omong kosong tanpa isi.

Dengan dalil perubahan, dalil kemajuan, dalil profesional, dalil sinergi serta tagline super lainnya, dengan gagah meyakinkan diri melaju melangkah mencalonkan diri. Ya demi pemira dan pemilwa. Bermodalkan keyakinan, popularitas serta semangat golongan dengan gagahnya menjual diri demi simpati masuk kelas-kelas serta ruang publik berorasi. "Oh aku lah pembawa perubahan, aku lah pembawa kesadaran, aku lah perobah keaadan" serta seribu satu klaim lain seolah menjadi mantra-mantra ayat suci pembius, yang menerbangkan imajinasi membangkitkan ilusi.


Semua berlomba-lomba untuk menang, persetan benar dan salah, persetan layak atau tidak, persetan baik ataupun buruk, bukan hal yang substansial yang penting menan. Ambisi-ambisi pribadi ambisi-ambisi golongan berbaur menjadi satu demi syahwat kekuasaan semata. Melihat sedikitnya antusiasme jumlah pemilih yakni 14414 jumlah suara masuk (2017), dibandingkan dengan seluruh jumlah daftar calon pemilih se UB, tidak ada 50% + 1, apakah lembaga kedaulatan mahasiswa UB yang baru terpilih sudah representatif?. Bagaimana pula legitimasi lembaga kedaulatan mahasiswa yang konon berperan sebagai lembaga yang berwibawa? Haha. 
Ketimpangan suara pemilih selayaknya menjadi bahan evaluasi dan koreksi. Kenapa hal itu bisa terjadi? Klausa itu harusnya menjadi suatu kritik sekaligus pertanyaan mendasar bagi tiap-tiap pelaku, peserta serta seluruh insan politis dari latar belakang serta golongan apapun itu baik (AO, Omek, dll.) yang terlibat dalam kontestasi ini.


Mengapa hal itu bisa terjadi?
Hipotesa yang pertama adalah masalah kepercayaan. Paradigma berpikir bahwa pemilwa pemira hanyalah event pertarungan golongan, yang tidak penting bagi mahasiswa secara umum. Serta rasa kekecewaan yang sudah terakumulasi bertahun tahun merupakan suatu reaksi. Telah lama dan seringkali terjadi penghianatan oleh golongan peserta dari latar belakang apapun baik itu AO, OMEK serta golongan lainnya ketika sudah terpilih dan saat berkuasa. Banyak hal menyimpang dari idealisme serta nilai-nilai kebenaran yang tidak sesuai dengan slogan yang selama ini digembar gemborkan pada saat masa kampanye. Misalnya monopoli kepentingan, diskriminasi, nepotisme, muslihat licik, tipu daya, ketidakadilan, serta oportunisme golongan dll.


Golongan, kelompok juga para mahasiswa diatas ini tak ubahnya sama halnya seorang hipokrit yang membual. Jangan berharap legitimasi menjadi lembaga elit mahasiswa yang berwibawa jika hal-hal hina masih dilakukan. Kepercayaan mahasiswa telah ternoda oleh tindakan-tindakan penghianatan yang jauh dari slogan-slogan suci yang selama ini menjadi tagline yang dijajakan. Berimplikasi terhadap turunnya antusiasme serta kepercayaan warga masyarakat mahasiswa Universitas Brawijaya dalam event yang konon katanya "demokrasi".


Hal ini berbahaya jika terus-terusan dibiarkan, bukan hal yang tidak mungkin apatisme akan meningkat sehingga golongan akan kehilangan simpati serta dukungan. Bahkan yang lebih parah dan ngeri adalah ketika nanti lembaga yang terbentuk kehilangan LEGITIMASI serta KEPERCAYAAN sebagai lembaga institusi yang berwibawa. Malulah terhadap diri sendiri, atau setidaknya malu kepada Tuhan jika rasa malu kepada sesama kawan-kawan mahasiswa telah hilang. Jalankan amanah yang telah dipercayakan sebaik mungkin serta mampu bertindak adil, dan mampu menyingkirkan ego golongan.

Demikian tulisan ini dibuat sebagai kritik untuk diri pribadi maupun kritik bagi kawan-kawan diluar sana. Terima Kasih, selamat berjuang.