Filosofi Rokok Yang Jarang Orang Mengerti


oleh
Fajar R. Wirasandjaya
(Di Kamar Mandi Kesurupan, 21 Oktober 2017)

Ngopi Bersama/narasiinspirasi.com

Pada suatu pagi yang cerah nan bahagia, sambil bernyanyi lagu Tresno Sudro sendirian saya merenung di bilik sempit ukuran 2 m x 1,5 m. Prosesi tersebut merupakan salah satu bagian dari momen sakral kala panggilan alam rutin tiap pagi. Tatkala sowan di kediaman Kaji Lay kawasan Jl. Ikan Nila Malang yang konon menurut keterangan Google maps merupakan sarang penyamun, merangkap juga sarang siluman. Sambil mengisap Dji Sam Soe kretek eceran sisa semalam, di bilik sempit tersebut saya berusaha menelanjangi berita on line tentang naiknya cukai rokok berkisar 10,5% yang diterapkan semenjak Januari tahun 2018.


Tentu dampak dari kebijakan ini adalah meroketnya harga rokok. Selain itu cukai yang naik berpotensi mendorong konsumsi rokok ilegal tanpa pita cukai. Berimplikasi pada lesunya sektor pertembakauan, lebih-lebih yang paling dirugikan adalah nasib dan kesejahteraan para kaum tani khususnya petani tembakau. Jika tidak ada antisipasi serius dan peran dari pemerintah, industri tembakau dari hulu ke hilir akan bermasalah. Kebetulan saya juga seorang kaum tani yang telah lama akrab dengan budidaya tembakau. Jadi cukup mengerti bagaimana dampak dari mahalnya cukai tembakau. 

Rakyatku tercinta, para perokok maupun yang anti rokok, ada beberapa hal yang perlu kita ketahui. Pokok persoalan yang kali ini akan kita ulas bukanlah dampak ekonomi, bukan pula permasalahan politik perihal kebijakan cukai rokok. Tapi mari kita mencoba menggali sudut pandang lain tentang makna filosofis dari rokok, yang mungkin akan menjadi bahan bullyan dari kimcil-kimcil alay, aktivis lebay serta lelaki anti rokok, hahaha 😂😂

Saudara-saudaraku para rakyat yang tercinta, setelah saya beberapa kali baca kitab Saab Atu Mufidah Manifesto Al Manukiyah karangan Presiden Manukers. Ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan agar kita bisa satu persepsi terlebih dulu. Utamanya tentang makna yang mendalam dari sebuah kata "selamat". Selamat disini bukan hanya "selamat" yang secara sempit dimaknai sebagai perkara tentang fisik, melainkan juga perkara secara mental alias non fisik.
Dalam pemikiran modern, yang disebut keselamatan hanya melulu terkait fisik. Orang naik kendaraan, sampai tujuan terhindar/tanpa kecelakaan, berarti selamat. Sebaliknya, orang yang terkena gangguan fisik, atau bahkan mati, otomatis dikatakan tidak selamat.  Makna sempit seperti itu akan membuat kita seringkali salah paham terkait persoalan mengapa masih banyak orang yang doyan merokok. 


Sedangkan para perokok pun sebenarnya mengerti dan bisa membaca tulisan pada kemasan rokok yang menerangkan bahaya tentang rokok. Merokok dapat menyebabkan gangguan paru-paru, gangguan kehamilan, gangguan janin, serangan jantung, serangan sekutu dan serangan-serangan yang lain. Tidak sesederhana itu kawan kawan.

Orang kebanyakan gagal mengerti, karena apa yang ada dalam sudut pandang mereka tak lebih dari pada perkara jasmani belaka. Merokok itu bukan hanya perkara jasmani saja tapi perihal kesehatan mental alias kesehatan jiwa. Hal ini yang sering membikin gagal paham para kimcil, aktivis anti rokok, serta orang-orang yang anti perokok. 


Karena masih melihat dari sudut pandang kesehatan fisik. Tapi tidak mempertimbangkan dan tidak memberi proporsi lebih pada kesehatan mental, sehingga menuduh nuduh jahat kepada para perokok. Betapa banyaknya kesehatan mental orang yang telah tertolong oleh lintingan tembakau ini.

Saudara-saudaraku para rakyat sipil, mari kita mencoba berpikir keluar melompat pagar. Menurud seorang Syekh merokok itu tidak bisa dilakukan sambil terburu-buru. Anda bisa makan, minum, mandi, bepergian, bahkan bekerja, dengan cepat dan tergesa-gesa. Tapi tidak untuk urusan merokok. 


Merokok mesti dilakukan seperti gerakan-gerakan salat. Harus tuma’ninah istilahnya. Sedot, tenang, pengendapan sesaat, baru nyebul. Isep lagi, tenang dan pengendapan lagi, sebul lagi. Begitu terus-menerus. Perhatikan, ngudud alias merokok sama sekali bukan aktivitas yang cocok untuk orang yang gegabah dan grusa-grusu
Merokok itu bukan semacam pesawat jet yang melesat cepat di udara, melainkan lebih dekat dengan karakter hening kapal selam. Ia bergerak pelan, senyap, namun pasti di kedalaman. Yang demikian itu secara tidak langsung turut membentuk alam bawah sadar dan karakter pribadinya seorang perokok. Jadi, ya nggak usah gampang heran kalau banyak pemikir muncul dari kalangan perokok.

Banyak hal yang tidak dipahami oleh para aktivis kimcil anti rokok bahwa para tokoh besar ini banyak terbantu karena lintingan tembakau. Misalnya saja kita tahu ada Mbah Einstein, tidak mungkin Mbah ini menemukan Teori Relativitas ketika sedang menghisap nenen emaknya. Tentu saja saat ia leyeh-leyeh sambil kebal-kebul menghisap tembaku dari pipa cangklongnya. 


Ada juga Mbah Jean Sartre, Mbah Albert Camus, Mbah Derrida, Mbah Sigmund Freud, Mbah Marx, Mbah Nietzche, Mbah Proudon, Mbah Feurbach, dll. yang semuanya menempa ngelmu lewat asap tembakau. Contoh lain? Ada Mbah Soekarno, Mbah Hatta, Mbah Sjahrir, Mbah Sastro Ali Amijoyo serta banyak mbah-mbah lain para pahlawan Nasional yang merokok, ternyata merokok dapat menyebabkan kemerdekaan.


Mbah Che Guevara, tidak mungkin Mbah Guevara memimpin gerilya di Amerika Selatan sambil menghisap permen, tentunya menghisap cerutu Cuba sambil menenteng senapan. Mbah Winston Churcill, Mbah Kennedy atau para sastrawan-pemikir, mulai Mbah Rudyard Kipling, Mbah Hemingway, Mbah Pablo Neruda, Mbah Chairil Anwar, Mbah Pramoedya Ananta Toer dan masih banyak mbah-mbah lain, yang kesemuanya pun menjalani metode yang sama sebagai ahli hisap.


Jadi bisa kita simpulkan bahwa merokok itu tidak bisa kita tafsiri sebagai hal yang melulu selalu bersifat negatif, apalagi secara ekstrim dan berlebihan harus diharamkan. Ketika anda anti dengan rokok, tetaplah tenang dan ungkapkan dengan sopan, tetap mengedepankan prinsip saling menghormati. Jangan suka memaksakan kehendak subyektif yang berpotensi memicu permusuhan. 


Untuk perokok jadilah perokok yang elegan serta bermartabat. Jangan menjadi perokok yang mengganggu ketertiban. Tetap utamakan kenyamanan bersama. Kita semua juga harus menyadari yang paling berbahaya itu ternyata bukan perokok, paru-paru atau jantungnya melainkan buah pikirannya. 

Demikian tulisan ini, semoga dapat memadangkan pikiran anda yang lagi redup. Monggo didiskusikan... heu heu heu 😄




Source: Tulisan diolah dari berbagai sumber, kecuali Sumber Kencono
Lebih baru Lebih lama