Misi Pencarian dan Misteri Prajurit AS yang Hilang di Jawa

Pemerintah Amerika Serikat hingga kini masih aktif mencari jenazah para prajurit mereka yang hilang semasa konflik berkecamuk pada masa lalu, seperti Perang Korea (1950-1953) dan Perang Vietnam (1960-1970).

Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Chuck Hagel dan Menteri Pertahanan RI Purnomo Yusgiantoro, dalam pertemuan di Jakarta, akhir Agustus 2013, menyepakati kerja sama pencarian jenazah para serdadu AS yang hilang di Nusantara semasa Perang Dunia II (1939-1945).

Kementerian Pertahanan RI tidak menjelaskan tim dan lokasi pencarian jenazah para prajurit AS tersebut secara rinci. "Kita sepakat untuk membantu pencarian jenazah prajurit AS yang hilang semasa Perang Dunia II di Indonesia," kata Purnomo, awal pekan lalu.

Tidak banyak orang Indonesia, bahkan termasuk para pejabat senior Kementerian Pertahanan, yang mengetahui kiprah serdadu AS dari babak awal hingga bagian terakhir Perang Dunia II di wilayah Nusantara.

Pada awal Perang Dunia II di mandala Pasifik sebagai bagian dari Komando ABDA (America, British, Dutch, and Australia), beragam satuan militer AS dikirim ke wilayah Hindia-Belanda. AS mengirimkan armada angkatan laut (US Navy), batalyon artileri angkatan darat (US Army), dan pasukan udara angkatan darat (US Army Air Force/USAAF, cikal bakal Ang-katan Udara AS). Semula mereka dipersiapkan untuk memperkuat pertahanan Filipina yang diserang Jepang seiring dengan serbuan ke Pearl Harbor, Hawaii.

Gavan Daws, dalam buku Prisoners of the Japanese: POWs of the World War II in the Pacific, menjelaskan, salah satu kesatuan itu dikirim ke Pulau Jawa, yakni Batalyon 2 Satuan Artileri 131, yang menjadi bagian dari pasukan Garda Nasional Texas. Batalyon tersebut bermarkas besar di Jack County, daerah pertanian sebelah barat laut kota Dallas. Para prajurit dari kesatuan itu populer dengan julukan "Jacksboro Boys".

Para penerbang USAAF dari Pursuit Group 17 di bawah pim-pinan Mayor Charles A "Bud" Sprague juga dikirim ke Jawa. Mereka bertolak dari Brisbane, Australia, pada 16 Januari 1942 dan tiba tanggal 25 Januari 1942 di Surabaya.

Carl Molesworth, dalam buku P-40 Warhawk Aces of the Pacific, mencatat, para penerbang AS itu menerbangkan pesawat tempur P-40 Warhawk dan didukung awak darat yang diangkut dengan pesawat C-47. Sebagian dari mereka adalah veteran pertempuran di Filipina dan se-bagian lain adalah penerbang yang baru tiba dad AS.

Adapun sebagian besar pelaut US Navy berasal dari Armada Asia (US Asiatic Fleet) yang ber-pangkalan di Manila, Filipina, yang waktu itu masih menjadi koloni-persemakmuran AS. Armada Asia waktu itu dilengkapi sejumlah kapal perang, termasuk kapal komando (flagship) Armada Asia USS Houston (CA-30), yang merupakan kapal penjelajah berat (heavy cruiser) kelas Northampton.

James D Hornfischer, penulis buku Ship of Ghosts, mencatat kisah keberanian dan tragedi yang menimpa para awak USS Houston yang tenggelam di ujung barat Teluk Banten pada 1 Maret 1942 setelah terlibat dalam. Pertempuran Laut Jawa yang legendaris itu.

Setelah Jepang mengalahkan armada sekutu, invasi pun ber-langsung di Jawa. Batalyon 2 Artileri 131 dari Texas, yang se-belumnya ditempatkan di Singa-sari (kini Pangkalan TM AU Abdurrahman Saleh, Malang), diperintahkan bergeser ke Jawa Barat. Mereka menjadi bagian . dari Blackforce, pasukan ga-bungan Australia, AS, dan Inggris, yang dipimpin Brigadir Jenderal Blackburn asal Afrika Selatan.

Daws mencatat, pasukan ter-sebut bertempur di Leuwiliang hingga mundur ke arah Bandung sebelum akhirnya Panglima AD Hindia-Belanda Jenderal Hein Ter Poorten menyerah ke¬pada Jepang di Kalijati, Subang, 8 Maret 1942. Penyerahan tanpa syarat itu mulai berlaku tanggal 9 Maret 1942.

Misteri jumlah korbanJumlah korban prajurit AS yang hilang semasa Perang Dunia II di Nusantara belum di-ungkapkan secara pasti oleh Chuck Hagel. Hornfischer mem-beri catatan, dari 1.168 pelaut di USS Houston, hanya 291 orang yang pulang ke AS. Saat dia selesai menulis bukunya pa¬da Februari 2006, hanya 42 orang yang masih hidup.

Sejarawan Didi Kwartanada mengatakan, di Indonesia sedikit sekali sejarawan yang mendalami masa pendudukan Jepang dari sisi AS dan sekutu. Upaya memperkirakan jumlah korban ditelusuri dari beragam sumber. Mengenai para penerbang Pursuit Group 17 yang bertugas di Jawa Timur, misalnya, Molesworth hanya menyebutkan, mereka membukukan 49 kemenangan atas Jepang dan kehilangan 17 pesawat. Namun, tidak dicatat berapa banyak penerbang yang hilang atau gugur.

Tidak ketinggalan misteri Batalyon 2 dari Artileri 131 Texas yang dijuluki "The Lost Battalion from Texas" oleh masyarakat AS. Upaya mengembalikan jenazah personel militer yang gugur di medan perang adalah tradisi penting bagi AS dan sekutunya. Di lain pihak, kerja sama dari pihak Indonesia merupakan salah satu diplomasi militer dan people-to-people yang simpatik sekaligus menjadi pelajaran bagi masyarakat Indonesia tentang penghargaan negara terhadap para prajurit yang gugur dalam tugas.