Kisah Ketulusan dan Ketaatan Nabi Ibrahim

Kisah Kesabaran dan Ketaatan Nabi Ibrahim
Kisah Nabi Ibrahim/narasiinspirasi.com

Oleh
Fajar R. Wirasandjaya
(Sunyi Malam, 31 Juli 2020) 

narasiinspirasi.com - Hari raya Idhul Fitri dan hari raya Idhul Adha tahun ini terasa unik juga berbeda. Dua hari raya bertepatan dengan merebaknya wabah virus Corona (Covid19). Otomatis segala aspek kehidupan sosial kemasyarakatan haruslah berubah juga mengalami penyesuaian. Khususnya terkait momen ibadah dan prosesi perayaan keagamaan di masyarakat. "New Normal" begitulah mereka menyebutnya. 

Hari raya yang biasanya penuh dengan semangat serta tawa bahagia berubah menjadi hari raya yang sepi dan biasa-biasa saja, penuh kehati-hatian dan paranoia. Pada momen Idhul Adha kali ini aku mencoba menemukan kembali tentang makna hari raya secara lebih mendalam dan lebih filosofis. Hari raya kurban yang bagi sebagian orang adalah momen memotong ternak, sedekah, dan bagi-bagi daging kurban gratis. Secara pribadi aku mencoba untuk mendefinisikan ulang tentang pengajaran hidup dan value yang terkandung di dalamnya. 


Idhul kurban tahun ini yang bertepatan dengan wabah merupakan momentum yang tepat untuk menginsyafi diri. Merumuskan dan memaknai secara lebih mendalam tentang makna berserah diri, keikhlasan, ketulusan dan pengorbanan. Seperti halnya yang pernah dicontohkan dalam peristiwa yang dialami Ibrahim di zaman kuno, tatkala beliau mendapatkan mimpi untuk menyembelih dan mengorbankan anak kandungnya yaitu Ismail. Yang kemudian hingga hari ini diperingati sebagai hari raya Idhul Adha atau Idhul Qurban. 

Kala itu sempat terbesit kerisauan dalam dadanya, kemudian Ibrahim mengutarakan mimpinya pada sang putra. Ismail sang putra sedikitpun tidak terbersit keraguan, dan justru meyakinkan sang ayah untuk segera menunaikan perintah Tuhan sebagaimana mimpi tersebut. Perlahan aku mencoba memahami pikiran Ismail, dan memahami perasaan yang dialami oleh sang ayah yakni Ibrahim dari perspektif kontemporer kehidupan masa kini. Bagaimana pula mereka bisa begitu teguh serta yakin akan prinsip dan keyakinannya?


Bagaimana pula seseorang yang hanya melalui mimpi kemudian berdiskusi kecil dengan anaknya, lantas tanpa sedikitpun keraguan menyembelih putra kesayangan seperti halnya perintah yang ada di dalam mimpinya?. Seperti yang pernah disebutkan dalam banyak riwayat, Ismail adalah putra yang begitu disayangi oleh Ibrahim. Ibrahim sangat merindukan dan mendambakan kelahiran Ismail. Sebelumnya Ibrahim mengalami banyak ujian demi mendamba kelahiran seorang anak. Siti Sarah sang istri pertama hingga usia tuanya belum dikarunia keturunan, sehingga di usia tua Ibrahim lantas menikah lagi dengan Siti Hajar hingga kemudian lahirlah Ismail. 

Lantas berikutnya dalam mimpinya Ibrahim diperintah untuk menyembelih sang putra kesayangan. Mengorbankan harta terkasih, yang merupakan karunia terbesar yang telah semenjak lama didamba dan dinantikannya yakni putra kandungnya. Luar biasa hebat kedua orang ini, ketulusan, keikhlasan, keyakinan serta keberserahan diri yang absolut kepada Yang Maha Kuasa mampu membuatnya menjalani ujian yang berat. Keikhlasan, ketulusan dan keberserahan diri membuatnya mampu mengatasi ketakutan, kerisauan dan keraguan. Mampukah kita sebagai manusia biasa jaman sekarang meneladani keluhuran budi dan kesabaran Ibrahim? Tentu saja bisa, mari kita merenung. 


Hingga tibalah waktunya perintah Tuhan lewat mimpi harus ditunaikan, kemudian Ismail sang putra disembelih oleh Ibrahim. Tidak ada sedikitpun ketakutan dalam diri Ismail, tidak ada pula sedikitpun keraguan dari Ibrahim. Sebuah keajaiban terjadi, Ismail yang akan disembelih secara ajaib tergantikan oleh kambing. Terdapat sebuah makna dalam peristiwa ini, bagaimana Tuhan menguji para hambanya untuk bersabar dan ikhlas berserah diri. Tuhan tidak akan memberikan cobaan dan ujian diluar batas kemampuan hambanya. Kemuliaan niscaya akan didapatkan bagi mereka orang-orang yang bersabar, berserah diri dan rela berkorban di jalan Tuhan. Terdapat pengajaran tentang keikhlasan dan ketaatan dari Ibrahim, pengajaran  tentang ketulusan, ketabahan dan keberserahan diri dari Ismail. 


Makna, value dan pengajaran hidup dari peristiwa itulah yang penting untuk kita bumikan dalam menjalani kehidupan hari ini, esok dan nanti. Makna tentang keikhlasan, ketulusan, kesabaran, ketabahan dan keberserahan diri. Dalam kehidupan yang serba sulit di tengah situasi wabah seperti saat ini, keikhlasan, kesabaran dan berserah diri mutlak diperlukan. Berserah diri secara total bukanlah wujud kelemahan dan keputusasaan. Melainkan adalah wujud dari sebuah (self-realization) realisasi diri dan (self conciousness) kesadaran diri akan keberadaan Supranatural Being yang menjadi pengatur dan sandaran bagi setiap makhluk. Sebuah kesadaran baru tentang kemanusiaan yaitu nilai-nilai spiritualisme ketuhanan. Keberserahan diri, keikhlasan dan ketulusan itulah yang mampu membuat kita mengatasi setiap ketakutan, kerisauan dan keraguan, apalagi ketika sedang menghadapi masa-masa sulit. Demikianlah uraian singkat kami, semoga bermanfaat. 




Lebih baru Lebih lama